Oleh : Maghfiratunnisaa Radhwatullah (Siswa Kelas XII – Preu2)
Berbekal keyakinan dan semangat, saya menerima tawaran untuk mengikuti Global Youth Summit 2022 di Singapura. Senang sekali, sungguh amat senang dan bersyukur atas kesempatan untuk kembali menginjakkan kaki di negeri ini. Bangga? jelas. Rasa-rasanya ingin saya ceritakan setiap detilnya kepada gagal-gagal milik saya di hari kemarin. Persiapan benar-benar kami maksimalkan, mulai dari project team sampai tampilan. Senyum kami tidak pernah luntur hingga hari keberangkatan. 22 November 2022, Bandara Juanda mengawali cerita.
Kami tiba dini hari, sekitar pukul setengah satu waktu setempat. Sebelum kembali ke tempat peristirahatan, terlebih dulu kami singgah di satu-satunya pertokoan yang masih menyala kala itu. ‘Tempat Babang Husein’, sebutan yang kami ciptakan untuk rumah makan tersebut. Sosok peramu saji yang akrab kami sapa Babang Husein itu sangat ramah dan menyenangkan, persis seperti cerita di novel yang mengutip tentang resto milik orang timur di suatu negeri. Babang Husein memutuskan untuk menunda menutup restonya untuk menjamu kami, dengan nasi lemak dan nasi biryani. Binar bahagia jelas terpancar dari wajah 2 rekan perjalanan; Abdullah dan Yahya, yang dengan senangnya menghabiskan masing-masing satu nampan nasi biryani khas tempat kelahiran mereka. Sementara saya berusaha untuk menghabiskan nasi lemak porsi banyak dan segelas teh tarik hangat. Selepas makan malam (di dini hari) kami kembali ke hotel, berjalan kaki melewati lengangnya jalanan Singapura.
Gerimis kecil mengiringi langkah kami pagi itu. Acara dibuka, untuk selanjutnya kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dengan satu pemandu. Hari pertama berjalan sangat baik, Saya membawa pulang 2 recycle shirt dari salah satu stan di sana, tapi bukan itu utamanya. Poin pentingnya adalah bisa bertemu dan berbincang dengan teman dari negara lain, saling menceritakan kehidupan di negara masing-masing, bertukar sosial media, dan belajar bahasa-bahasa baru. Selesai dari agenda hari pertama, kami bergegas kembali ke hotel untuk bersih diri dan mempersiapkan presentasi untuk keesokan hari.
Hari kedua– kami bersiap untuk presentation day. Sama sekali tidak mematok target untuk bisa naik podium. Harapannya yang pasti adalah kami mampu menyelesaikannya dengan baik, and yaa we did it. Kami berhasil untuk setidaknya menjadi finalist, dan itu cukup. Setelah presentation session, penampilan-penampilan menutup acara di hari kedua. Sekolah kami membawakan satu penampilan yang menggabungkan seni tari aceh dan kesenian ganongan dengan judul “Symphony in Diversity”, yang berhasil dibawakan dengan luar biasa. Oh ya, I love my red uniform that day <3
Lalu, kegiatan di hari-hari setelah presentasi apa? kan udah selesai tuh. Full healing 🙂 Setelah sekitar 2,5 bulan ‘ndekem’ di laboratorium, kami akhirnya liburan. Menyusuri jalanan kota dengan berjalan kaki, mengunjungi tempat” wisata, dan tentunya menjajal MRT. Hal yang paling berkesan untuk saya pribadi adalah jalan kakinya itu sendiri, berbaur dengan masyarakat negara maju yang anti mager. Berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain, kemudian naik mrt untuk menuju ke tempat yang lebih jauh; itu menyenangkan sekali. Tapi sayang seribu sayang kami tidak sempat berkunjung ke ikon utamanya Singapura, Patung Merlion. Semoga saja, suatu hari nanti kami bisa kembali kesana untuk menyalami tawa-tawa yang tertinggal di sudut kota.
Tentang perjalanan ini, siapa yang akan menduga saya bisa kembali kesana dengan asa yang lebih besar daripada bersenang-senang? Perjalanan ini merupakan satu perjalanan hebat yang sangat berarti. Sebelum masa SMA saya selesai, saya berhasil untuk setidaknya menciptakan satu sejarah di dalamnya. Kelak, saya punya cukup kisah untuk diceritakan.
303, MRT, Nasi Goreng Pattaya, Babang Husein, Seven Eleven; ceritanya sudah tersimpan rapi. Terimakasih untuk semua doa, dukungan, dan semangat yang diberikan. Sampai jumpa di banyak pemberhentian hebat selanjutnya!